lintas1.id, KUTAI KARTANEGARA — Lonjakan angka perkawinan anak di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi perhatian serius Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A). Sebagai respons, DP3A Kukar meluncurkan inovasi GenCAR (Gerakan Cegah Nikah Anak), sebuah gerakan kolaboratif yang akan diresmikan pada peringatan Hari Anak Nasional, 23 Juli 2025 di Desa Loa Ulung, Kecamatan Tenggarong Seberang.
Kabid Pemenuhan Hak Anak DP3A Kukar, Nurul Fitriningsih, menjelaskan bahwa GenCAR merupakan strategi pentahelix yang melibatkan unsur pemerintah, satuan pendidikan, masyarakat, sektor usaha, tokoh agama, dan anak-anak. “GenCAR bukan sekadar kampanye, tapi gerakan bersama untuk mencegah perkawinan usia dini yang berdampak pada stunting, kemiskinan, dan putus sekolah,” ujarnya.
Data DP3A menunjukkan lonjakan signifikan: 91 pasangan menikah di bawah usia legal 19 tahun pada 2024, naik drastis dari 37 pasangan di tahun sebelumnya. Fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor seperti pergaulan bebas, tekanan ekonomi, dan minimnya pemahaman tentang dampak pernikahan dini.
Sebagai bagian dari implementasi, DP3A membentuk Gugus Tugas GenCAR di tingkat desa, melibatkan organisasi perempuan, forum anak, guru, dan tokoh agama. “Peran desa sangat krusial karena mereka memahami dinamika sosial masyarakat. Edukasi langsung di komunitas adalah kunci,” tambah Nurul.
Sosialisasi GenCAR kini berlangsung melalui media massa, radio lokal, dan forum dialog remaja. DP3A berharap dalam satu tahun ke depan, tren permohonan dispensasi nikah akan menurun sebagai indikator awal keberhasilan program.
Pencegahan perkawinan anak merupakan langkah strategis dalam menurunkan angka stunting, karena ibu yang menikah di usia matang cenderung memiliki kesiapan fisik, mental, dan pengetahuan gizi yang lebih baik, sehingga mampu menjalani kehamilan dan pola asuh anak secara optimal.
Pernikahan dini meningkatkan risiko kurang gizi pada ibu hamil, anemia, dan komplikasi kehamilan yang berdampak langsung pada bayi, studi menunjukkan bahwa anak dari ibu yang menikah di bawah usia 19 tahun memiliki risiko hampir dua kali lipat mengalami stunting dibanding anak dari ibu yang menikah di usia dewasa. (adv/diskominfokukar/ls1/mjb)










